31 Maret 2010

Nawaitu

Keluar dari kantor pajak, ada perempuan cantik dan begitu anggun menyapa. Aku sempat sedikit bengong. Bukan karena terkesima, melainkan wajah itu sepertinya aku kenal. Tapi aku coba mengingat-ingat, tak juga otak ini nyambung ke memori utama.

"Maaf, siapa yah..? Aku kok lupa..."
"Sombong. Mas Eko kan sering kasih job aku.."

Kasih job..?

Otak ini muter lagi. Sampai akhirnya aku ingat penyanyi yang sering aku minta tampil kalo pas pembukaan pameran. Tapi bagaimana aku bisa ingat, bila biasanya dia berpakaian minim. Sedangkan kali ini tertutup rapat menggunakan jilbab.

Tidak terlalu panjang obrolan di tempat parkir itu, karena telepon dari kantor sudah mulai memanggil bertalu-talu. Namun sampai kantor aku terus saja kepikiran temanku itu. Baru saat ini aku tahu bila dia mengajar TK setiap harinya. Katanya, dia memang suka dengan dunia pendidikan khususnya anak-anak.

Menyanyi dari panggung ke panggung tiap malam hanyalah sebuah keterpaksaan, karena honornya mengajar sangatlah minim. Sedangkan beban hidup dan biaya sekolah adik-adiknya yang dia tanggung lumayan berat. Soal pakaian panggung yang serba minim itu, semata-mata hanyalah tuntutan profesi. Memang hati nuraninya tidak begitu saja mengikhlaskan kemolekan tubuhnya dipamerkan didepan umum. Tapi tuntutan perut dan pendidikan adik-adiknya lebih mendesak dibanding memikirkan norma.

Padahal dia sendiri mengakui, kehidupan malam itu penuh godaan. Iming-iming uang banyak dari lelaki hidung belang sangat menggiurkan mengingat kebutuhannya hidupnya yang tinggi. Belum lagi pandangan masyarakat terhadap profesi. Namun dia bertekad untuk meninggalkan dunia malam itu setelah adik-adiknya mentas dan dia segera menikah dengan orang yang bisa menjadi imam dalam hidupnya.

Benar atau tidak semua ucapannya aku tak mau tahu. Aku cuma berharap dia mampu bertahan seperti ikan. Yang mampu hidup di air asin tanpa dagingnya ikut menjadi asin. Aku bisa mengerti, urusan perut memang sering memaksa orang berjalan tidak sesuai hati nuraninya. Orang yang suka mencap jelek kepadanya pun belum tentu mampu ketika harus bertukar posisi.

Dan aku catat kata-kata terakhirnya sebelum beranjak dari tempat parkir, "Yang penting aku selalu bismillah, mas. Tugasku hanya nawaitu mencari nafkah untuk keluarga dan tidak nyolong. Soal pamer aurat, biar Tuhan yang menilai niatku..."

Ok deh teman.
Besok kalo aku ada kesempatan korupsi juga mau bismillah, nawaitu demi keluarga...


Gambar Richi Kusuma cuma ilustrasi
Maap Rich..

0 comments:

Posting Komentar

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena