Tulisan saya tentang Keutamaan Perempuan saya kira tidak ada respon yang keterlaluan di replai-replai yang masuk. Tapi saya mendapat beberapa PM tentang itu yang intinya mempertanyakan keabsahan potongan dalil yang saya kutip. Padahal di bagian akhir tulisan itu sudah saya tulis kekurangan saya dan saya minta bantuan pendapat ke temen-temen.
Saya bukan orang yang kaku dan anti protes. Saya siap menerima kritik, apalagi kritik tempe dan mendoan saya suka sekali. Sekeras apapun sanggahan dari temen-temen atas tulisan saya saya akan pertanggungjawabkan sebatas kemampuan. Dan bila diakhirnya terbukti saya yang khilaf, saya tidak akan berat hati untuk mengakuinya.
Saya jadi agak risih, kenapa sih harus lewat PM kalo memang itu untuk sharing. Kalo nulisnya di replai kan enak, orang lain juga dapat berbagi pendapat. Toh kita bukan untuk mencari kesimpulan. Malah jadinya saya suudzon ke orang-orang itu. Mereka merasa tidak setuju dengan tulisan saya tapi ada ketakutan kalau sampai kalah argumen dan diketahui orang lain. Maafkan saya untuk yang ini.
Yang perlu kita ingat, sudah menjadi kodrat manusia bahwa dia akan mempergunakan segala hal untuk kepentingan pribadinya. Apalagi sesuatu yang sifatnya harus ditafsirkan seperti Al Quran, hadis atau ketentuan hukum lain seperti KUHP. Satu ayat bisa berarti lain untuk orang yang berlainan kepentingan. Bahkan kadang maknanya dibelokan secara paksa dengan sebuah fakta atau fiktif.
Kalo boleh saya cerita tentang seorang teman yang berusaha berbesar hati saat istrinya selingkuh. Dia bertanya kepada istrinya dengan tujuan instropeksi kekurangan dirinya sampai sang istri berpaling.
"Apa sih kelebihan dia yang membuat kamu melupakan suami dan keluarga..?"
"Saya menginginkan seorang suami yang bisa jadi imam," jawab istrinya. "Saya butuh suami yang mendalami agama dan bisa mendidik saya. Tidak seperti kamu yang shalatnya saja senen kemis jemuah kliwon. Yang mau belajar baca Quran saja setelah anaknya minta diajarin iqro. Saya merindukan bisa melepas ayah dan anak berangkat ke masjid bersama-sama..."
Hmmm...
Argumen yang tepat menurut saya. Perselingkuhan yang didasari keinginan religius dan bukan bersifat materi. Walaupun kalau saya lihat secara logika kurang tepat. Kenapa pria idaman lainnya itu bukan seorang santri miskin, tetapi seorang juragan yang secara materi jauh dari suaminya, walaupun mungkin memiliki dasar agama yang luas. Lalu agama apa yang mengijinkan perzinahan dan perselingkuhan. Sama saja dengan orang mencuri sarung bagus dan mahal dengan alasan untuk shalat padahal dia memiliki sarung bersih walaupun butut.
Ini hanya satu contoh penyelewengan argumen agar mendapat pembenaran atas kesalahan yang dia sukai itu. Saya coba ambil contoh lain, biar ga terlalu bias saya ambil dari Quran saja.
Di masyarakat muslim seringkali kita dengan istilah "mengirim faatihah" kepada seseorang terutama yang sudah meninggal. Saya coba ambil satu ayat saja.
"Tunjukilah kami jalan yang lurus" QS 1:6
Digunakan istilah kami. Kami, walau bersifat jamak tetap ditujukan untuk orang pertama. Padahal orang lain (dalam hal ini yang dikirim faatihah) termasuk dalam kategori orang kedua atau orang ketiga, apalagi mereka yang sudah meninggal. Kecuali digunakan kata "kita" yang berarti orang kesatu dan kedua bersama-sama. Jadi secara bahasa ayat ini berarti doa untuk diri sendiri secara jamak, bukan orang lain.
Tapi maaf, ini cuma sekedar contoh soal pembelokan argumen untuk mendukung suatu pemikiran. Bukan untuk mempermasalahkan ayat lho ya...
Tidak cuma masyarakat kita kok. Bush saja harus membunuh sekian ribu orang di WTC dan mengkambinghitaman Osama bin Laden hanya untuk menguasai kandungan uranium yang sangat besar di Afganistan dengan dalih memberantas terorisme sebagai pembenarannya. Beliau juga dengan mudah memaksa dunia menghalalkan dalih anti nuklir iraq hanya untuk menguasai minyak iraq dan menjarah kunci stargate-nya bangsa Sumeria kuno di museum Baghdad.
Jadi intinya, kita harus menyadari bila manusia seringkali menggunakan topeng kebenaran untuk menutupi borok atau untuk mencapai suatu tujuan. Jadi tidak perlulah kita saling bermusuhan hanya karena perbedaan pendapat apalagi dengan serangan tersembunyi. Kita sharing terbuka saja dan keputusan atau kesimpulan akhirnya kembalikan saja ke pribadi masing-masing.
Jadi jangan takut untuk berpendapat atau mengkritik tulisan saya. Semakin banyak yang sharing akan semakin luas wawasan saya. Terima kasih buat semuanya...
Ini hampir sama dengan alasan orang berpoligami (mskipun tidak semua begitu) dengan alasan tidak mau berzina...tetep aja yg ada dikepalanya: kebutuhan seks yg tidak terkelola dengan baik. Itulah salahnya menganggap seks sesuatu yg tabu...sehingga tidak banyak yang mengakses klinik/konsultasi seks tapi banyak yg mengakses toko si Anu....Pondok Mak Anu...yg menyediakan obat obatan untuk vitalitas berkaitan dengan aktivitas seksual...padahal semua itu bisa dikendalikan dengan otak...kecuali emang udah niat gak mau pake otak...mau komentar gimana lagi...
BalasHapusada yg bilang "mau selingkuh kok mikir...rugi dong.."...hihihi....jadi kebalik balik....kalo dulu "pikir dulu sebelum bertindak" kalo skrg "kebanyakan mikir...rugi" gitu kah?...
Ya memang sifat alamiah manusia khan pengen mendapat yang terbaik...tetapi ternyata lebih sering diterjemahkan sebagai yang "lebih enak" dan bukan yang "lebih benar". Apalagi benar-salah khan relatif banget...
BalasHapusPostingnya keren nih Mas, jangan berhenti menyatakan pendapat ya...
kadang sebetulnya bukan berniat memakai topeng kang...ada banyak yang merasa tidak cukup pede berpendapat di ruang publik yang diakses banyak orang. Aku pernah dalam posisi ini sih dulu...waktu belum ada musim simpati pede :))
BalasHapusgyeh, maksudku jg mung sharing low..kayong mandan ngeganjel sing perbedaan ''kami'' dan ''kita'', pak..soale antik kiyeee..langka2 lah nang bahasa liyane sing specifik ttg kata ganti orang pertama dlm bentuk jamak, kecuali arab ndean ..nek ora salah, nek salah ya lebaran mengko kan maap2an ya, ''kami'' dan ''kita'' digunakan dalam pembicaraan dengan 2 ato lebih banyak orang dan pembicaraan itu ditujukan kepada seseorang yang dituakan ato dihormati ato tamu ato ketiga2nya ato ketiga2nya dengan sesuatu maksud..
BalasHapus''kami''=saya dan temen saya, adiknya temen saya, omnya saya, omnya temen saya, dan kawan-kawannya ato tetangga2nya = saya dan dia ato saya dan mereka..
''kita'' = saya dan orang yang dituju dalam pembicaraan itu=saya dan kamu..
jd ngerti kan arti ato maksud ayat tersebut..makanya ayat2 di segala kitab (buat aku khusus Al Quran) itu salah satunya ditujukan buat orang2 yang berpikirrrrrrr, bukan buat orang2 yang suka gontok2an, orang yang lagi marah2, ato orang yang pake baju ijo celana biru pake sandal japit bawa bungkusan nasi..hehehe
FYI pak, aku jg kudu mbahas antara ''kami'' dan ''kita'' ming anak bojoku..hehehe..ora bisa nggaji guru basa indonesia sih hehehe
moga2 hal yg cilik ini bermanfaat buat yang para sobat lainnya untuk mempelajari dan memahami hal2 lainnya...aminnnnnn
Lah masalah bahasa emang rumit kok. Apalagi kalo dah menyangkut translate antar bahasa. Dalam bahasa Inggris kami dan kita disebut dengan satu kata we. Makanya seringkali kalo ada pasal dalam bahasa Inggris yang menggunakan kata we, perlu kejelian pemilihan katanya dalam bahasa Indonesia, kita atau kami.
BalasHapusSeperti hubungan keluarga, kita mengenal penyebutan sesuai umur tanpa menyinggung jenis kelamin, kakak dan adik. Tapi dalam bahasa Inggris menurut jenis kelamin tanpa menyentuh perbedaan usia, sister dan daughter.
Bahasa Jawa mungkin lebih luas dalam hal ini. Ada kakang, ada mbekayu. Tapi untuk yang lebih muda hanya satu istilah, adi atau rayi... Jadi jangankan antar bahasa, dari bahasa Jawa ke Indonesia saja sudah rumit.
Jal bahasa indonesianya, kundhuran sepur apa yu..?