Ketika menjalani tugas rutin tiap malam, mengelus-elus perut istri yang makin membesar, aku teringat keluhan temanku yang sudah menikah bertahun-tahun tapi belum juga dikaruniai anak. Sementara temanku yang lain yang belum menikah malah kebingungan karena telat datang bulan.
Walau sama beratnya, tapi kasus teman kedua yang menurutku paling panjang buntutnya. Aborsi tetap saja identik dengan pembunuhan. Bagaimanapun juga bakal manusia dalam kandungannya sudah memiliki hak untuk menikmati udara dunia. Kenapa dia harus dibunuh padahal dia tak punya salah apa-apa. Pun bila harus terlahir, manusia baru itu masih harus menanggung beban sebagai anak haram. Kenapa harus anak yang tak tahu apa-apa yang menjadi korban, padahal yang haram itu perbuatan orang tuanya. Anak itu apapun statusnya tetaplah manusia yang bersih dari dosa.
Tak cuma norma dalam masyarakat yang tak adil kepada anak yang katanya haram. Aturan agama pun kadang tak memihak kepadanya. Anak yang diproduksi di luar nikah, walau setelah itu orang tuanya menikah resmi, dikatakan tak punya hak waris. Anak laki-laki tak bisa menjadi wali adik perempuannya bila ayahnya berhalangan. Anak perempuan harus mencari wali hakim walau ayah biologisnya masih hidup. Kenapa masih mengorbankan anak, bila yang menjadi pendosa adalah orang tuanya..?
Pernah aku meminta kepada seorang teman bermaksud mengugurkan kandungannya agar membiarkan si anak itu lahir. Aku siap untuk memungutnya sebagai anak. Biaya persalinan dan ini itu aku yang menanggung. Aku hanya memberi syarat setelah anak itu menjadi bagian dari hidupku, jangan sampai itu direnggut seperti kasus anak-anakku yang lain. Akupun tak akan menutupi sejarah tentang siapa orang tua biologisnya setelah anak itu mampu berpikir dewasa nanti. Tapi keinginanku itu tak kesampaian hanya karena satu kata, malu. Huuuh...
Kalo untuk teman perempuan pada kasus pertama, aku mau membantu juga walau agak komersial. Aku tawarin borongan lima ribu perak sampai jadi. Kalo tidak jadi uang kembali juga gapapa. Garansi deh.. Hehehe...
Semoga istriku ga onlen neh.
Kapan anak tidak menjadi korban orang tua lagi..?
Walau sama beratnya, tapi kasus teman kedua yang menurutku paling panjang buntutnya. Aborsi tetap saja identik dengan pembunuhan. Bagaimanapun juga bakal manusia dalam kandungannya sudah memiliki hak untuk menikmati udara dunia. Kenapa dia harus dibunuh padahal dia tak punya salah apa-apa. Pun bila harus terlahir, manusia baru itu masih harus menanggung beban sebagai anak haram. Kenapa harus anak yang tak tahu apa-apa yang menjadi korban, padahal yang haram itu perbuatan orang tuanya. Anak itu apapun statusnya tetaplah manusia yang bersih dari dosa.
Tak cuma norma dalam masyarakat yang tak adil kepada anak yang katanya haram. Aturan agama pun kadang tak memihak kepadanya. Anak yang diproduksi di luar nikah, walau setelah itu orang tuanya menikah resmi, dikatakan tak punya hak waris. Anak laki-laki tak bisa menjadi wali adik perempuannya bila ayahnya berhalangan. Anak perempuan harus mencari wali hakim walau ayah biologisnya masih hidup. Kenapa masih mengorbankan anak, bila yang menjadi pendosa adalah orang tuanya..?
Pernah aku meminta kepada seorang teman bermaksud mengugurkan kandungannya agar membiarkan si anak itu lahir. Aku siap untuk memungutnya sebagai anak. Biaya persalinan dan ini itu aku yang menanggung. Aku hanya memberi syarat setelah anak itu menjadi bagian dari hidupku, jangan sampai itu direnggut seperti kasus anak-anakku yang lain. Akupun tak akan menutupi sejarah tentang siapa orang tua biologisnya setelah anak itu mampu berpikir dewasa nanti. Tapi keinginanku itu tak kesampaian hanya karena satu kata, malu. Huuuh...
Kalo untuk teman perempuan pada kasus pertama, aku mau membantu juga walau agak komersial. Aku tawarin borongan lima ribu perak sampai jadi. Kalo tidak jadi uang kembali juga gapapa. Garansi deh.. Hehehe...
Semoga istriku ga onlen neh.
Kapan anak tidak menjadi korban orang tua lagi..?
Hallo Mas, salam kenal yah...
BalasHapusSaya juga tidak setuju dengan label 'anak haram' tersebut. Menurutku, itu sangat tidak manusiawi dan bertentangan dengan akal sehat dan hak asasi-manusia. Semua kehidupan di muka bumi ini halal, karena Yang Maha Kuasa yang menciptakan.
Kalau pernyataan sampean pada paragraf yang terakhir itu, Haram Mas he he he ...
Haram yah..? Ga jadi deh, hehehe...
BalasHapus