Ada dua pilihan yang menurutku mungkin tidak enak tentang perempuan dan belanja. Yaitu, ikut dan titip.
Ketika aku pamit mau ke toko mencari sesuatu dan ada yang bilang ikut, minimal aku sudah harus siap-siap tenaga ekstra. Kalo cuma dorong troli atau bawa keranjang belanja sepertinya tidak terlalu bermasalah. Tapi kalo sudah mulai muter-muter ga karuan, naik turun lantai, semua barang dipegang tapi tidak dibeli, itu masalahku.
Mungkin karena aku bukan termasuk orang yang mengganggap pasar itu sebagai tempat wisata. Sehingga kalo kesana, maunya langsung cari, dapet dan pulang. Jalan-jalan di pasar cape banget sih enggak, cuma bikin gregetan aja. Hiiiih....
Ketika pilihan itu jatuh pada kata titip, masalahnya lain lagi. Aku sering pusing dengan pertanyaan pedagangnya. Seperti ketika aku minta cabe sekilo, pedagangnya malah nanya, "cabe merah apa ijo..?" Ketika aku jawab merah, eh masih ditanya lagi, "yang keriting apa rebondingan..?" Huuuuh...
(Jadi nyadar jadi perempuan tuh ternyata susah.)
Masalah lain adalah, aku tidak telaten dan memang tidak bisa dalam hal tawar menawar. Berapapun pedagangnya bilang segitu aku bayar. Nyampe rumah mulai deh kecaman datang, "masa harganya segitu..." Akhirnya aku jadi enggan masuk pasar dan lebih suka ke mall yang banderolnya pasti. Eh, acaranya ganti, "asik ya, bisa sekalian cuci mata..." Ealah, udah nyuruh, ngomel lagi...
(Jadi nyadar kalo perempuan itu cerewet.)
Nah... kalo pilihannya itu mending mana antara jalan ke mall dengan penggemar atau istri, pilihanku pasti istri. Soalnya istriku sendiri yang bilang, membedakan orang pacaran dengan suami istri secara umum adalah dengan melihat cara mereka membayar. Kalo yang bayar cowoknya, bisa dikatakan masih pacaran. Gengsi dong cewek nraktir cowoknya. Tapi kalo yang bayar ceweknya, kemungkinan besar mereka sudah nikah. Soalnya uang gaji dah diminta semua.
(Jadi nyadar kalo perempuan itu pinter soal uang)
Lagian kalo jalan sama penggemar kan harus celingukan.
Ketemu si Uya Kuya seperti kemaren di Amplaz bisa berabe...
(Jadi nyadar kalo aku harus belajar setia)
Ketika aku pamit mau ke toko mencari sesuatu dan ada yang bilang ikut, minimal aku sudah harus siap-siap tenaga ekstra. Kalo cuma dorong troli atau bawa keranjang belanja sepertinya tidak terlalu bermasalah. Tapi kalo sudah mulai muter-muter ga karuan, naik turun lantai, semua barang dipegang tapi tidak dibeli, itu masalahku.
Mungkin karena aku bukan termasuk orang yang mengganggap pasar itu sebagai tempat wisata. Sehingga kalo kesana, maunya langsung cari, dapet dan pulang. Jalan-jalan di pasar cape banget sih enggak, cuma bikin gregetan aja. Hiiiih....
Ketika pilihan itu jatuh pada kata titip, masalahnya lain lagi. Aku sering pusing dengan pertanyaan pedagangnya. Seperti ketika aku minta cabe sekilo, pedagangnya malah nanya, "cabe merah apa ijo..?" Ketika aku jawab merah, eh masih ditanya lagi, "yang keriting apa rebondingan..?" Huuuuh...
(Jadi nyadar jadi perempuan tuh ternyata susah.)
Masalah lain adalah, aku tidak telaten dan memang tidak bisa dalam hal tawar menawar. Berapapun pedagangnya bilang segitu aku bayar. Nyampe rumah mulai deh kecaman datang, "masa harganya segitu..." Akhirnya aku jadi enggan masuk pasar dan lebih suka ke mall yang banderolnya pasti. Eh, acaranya ganti, "asik ya, bisa sekalian cuci mata..." Ealah, udah nyuruh, ngomel lagi...
(Jadi nyadar kalo perempuan itu cerewet.)
Nah... kalo pilihannya itu mending mana antara jalan ke mall dengan penggemar atau istri, pilihanku pasti istri. Soalnya istriku sendiri yang bilang, membedakan orang pacaran dengan suami istri secara umum adalah dengan melihat cara mereka membayar. Kalo yang bayar cowoknya, bisa dikatakan masih pacaran. Gengsi dong cewek nraktir cowoknya. Tapi kalo yang bayar ceweknya, kemungkinan besar mereka sudah nikah. Soalnya uang gaji dah diminta semua.
(Jadi nyadar kalo perempuan itu pinter soal uang)
Lagian kalo jalan sama penggemar kan harus celingukan.
Ketemu si Uya Kuya seperti kemaren di Amplaz bisa berabe...
(Jadi nyadar kalo aku harus belajar setia)
0 comments:
Posting Komentar
Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih