Menyimak berita tentang bayi-bayi yang hilang di rumah sakit, aku malah jadi ingat jaman dulu. Antisipasi terhadap pencurian bayi juga sudah dilakukan sejak jaman leluhur. Cuma kalo dulu tuh yang mencuri katanya bernama kuntilanak, wewe, cepet, lampor dan sejenisnya.
Sejak si ibu hamil, biasanya sudah dibekali gunting atau bawang putih. Katanya agar makhluk halus takut untuk mengganggu. Padahal kalo ditelusur ke legenda Baruklinting, Endang Puspasari yang lagi hamil harus melahirkan naga hanya karena melanggar petuah untuk tidak meletakkan gunting di pangkuannya. Ga nyambung yah, walau sama-sama peninggalan jaman dulu...
Lalu ketika si ibu mulai mules-mules, suami biasanya harus menjemput dukun bayi. Ada dua ketentuan untuk prosesi penjemputan ini. Suami harus bawa obor yang terang dan harus mengambil jalan pintas, tidak boleh melalui jalanan yang umum dilalui. Katanya kuntilanak yang akan mencuri bayi suka menyaru sebagai dukun bayi dan mencegat si suami di jalan. Pemakaian obor bisa sedikit dipahami maksudnya. Tapi untuk mengambil jalan pintas ini, aku sendiri masih bingung. Mungkin biar cepet nyampe dibanding harus muter-muter lewat jalan umum. Namun kalo kuntilanak itu ada, kayaknya lebih suka nongkrong di semak-semak atau kebun daripada di jalanan ya..? Apa kuntilanak sekarang nongkrongnya di mall..?
Setelah bayi itu lahir, didekatnya akan diletakan rempah-rempah dalam kantong yang sebagian masyarakat jawa dan sunda menamakannya kanjut kundhang. Itu juga dalam rangka menangkal makhluk halus. Trus setiap maghrib, bapak si anak harus mengunyah jahe, bengle atau rempah-rempah tadi lalu diciprat-cipratkan ke sekeliling rumah. Mungkin aslinya harus dikunyah, tapi ada sebagian yang ga mau trus nyuruh ibu mertua untuk menguleg sambetannya itu. Dinamakan sambetan mungkin karena ramuan itu memang anti kesambet ya..?
Sambetan itu juga dimanfaatkan bila tengah malam bayinya nangis terus tidak mau diam. Malah kalo prosesi ini lebih parah buat si bapak. Kalo bayinya masih terus nangis, dia harus muterin rumah sambil telanjang untuk mengusir makhluk pengganggu. Walau ga harus bulat telanjangnya, apa ya ga malah bikin kuntilanaknya betah yah..? Untung jaman dulu sekeliling rumah masih banyak kebon dan belum ada listrik. Coba kalo sekarang hal itu masih wajib..?
Nah, balik ke jaman sekarang. Sudah tidak perlu lagi jemput dukun bayi pake obor, karena sekarang ibu hamilnya yang diboyong ke rumah bersalin. Tak perlu lagi si bapak keliling rumah mengusir makhluk halus, karena di rumah sakit dah banyak satpam. Tapi kok malah kasus kehilangan bayi makin banyak dan susah dilacak ya..?
Yang agak parah mungkin yang di Semarang. Bayinya hilang di rumah sakit. Proses hukumnya tak jelas. Malah si ibu dikasih uang 50 juta dan disuruh milih bayi pengganti entah bayi siapa. Emangnya masalah anak itu sama dengan peribahasa garam dibayar garam..? Trus parahnya uang santunan itu diambilkan dari APBD karena dianggap musibah.
Sudah jelas kasus itu karena pelayanan rumah sakitnya yang payah, kok dikategorikan musibah. Definisi musibah kan bukan karena kesengajaan dan sesuatu yang diluar jangkauan atau karena faktor alam. Yang dipakai uang rakyat lagi, bukan uang direktur rumah sakit yang seharusnya bertanggungjawab atas pelayanan institusi yang dia pimpin.
Ketika anak pungutku dulu diambil orang tua biologisnya saja sampai sekarang aku masih suka sedih. Apalagi anak kandung..? Kalo istri ilang di rumah sakit, disuruh milih pengganti dan dikasih duit mungkin sedikit bisa terima. Dasar gatel. Hehehe...
Sejak si ibu hamil, biasanya sudah dibekali gunting atau bawang putih. Katanya agar makhluk halus takut untuk mengganggu. Padahal kalo ditelusur ke legenda Baruklinting, Endang Puspasari yang lagi hamil harus melahirkan naga hanya karena melanggar petuah untuk tidak meletakkan gunting di pangkuannya. Ga nyambung yah, walau sama-sama peninggalan jaman dulu...
Lalu ketika si ibu mulai mules-mules, suami biasanya harus menjemput dukun bayi. Ada dua ketentuan untuk prosesi penjemputan ini. Suami harus bawa obor yang terang dan harus mengambil jalan pintas, tidak boleh melalui jalanan yang umum dilalui. Katanya kuntilanak yang akan mencuri bayi suka menyaru sebagai dukun bayi dan mencegat si suami di jalan. Pemakaian obor bisa sedikit dipahami maksudnya. Tapi untuk mengambil jalan pintas ini, aku sendiri masih bingung. Mungkin biar cepet nyampe dibanding harus muter-muter lewat jalan umum. Namun kalo kuntilanak itu ada, kayaknya lebih suka nongkrong di semak-semak atau kebun daripada di jalanan ya..? Apa kuntilanak sekarang nongkrongnya di mall..?
Setelah bayi itu lahir, didekatnya akan diletakan rempah-rempah dalam kantong yang sebagian masyarakat jawa dan sunda menamakannya kanjut kundhang. Itu juga dalam rangka menangkal makhluk halus. Trus setiap maghrib, bapak si anak harus mengunyah jahe, bengle atau rempah-rempah tadi lalu diciprat-cipratkan ke sekeliling rumah. Mungkin aslinya harus dikunyah, tapi ada sebagian yang ga mau trus nyuruh ibu mertua untuk menguleg sambetannya itu. Dinamakan sambetan mungkin karena ramuan itu memang anti kesambet ya..?
Sambetan itu juga dimanfaatkan bila tengah malam bayinya nangis terus tidak mau diam. Malah kalo prosesi ini lebih parah buat si bapak. Kalo bayinya masih terus nangis, dia harus muterin rumah sambil telanjang untuk mengusir makhluk pengganggu. Walau ga harus bulat telanjangnya, apa ya ga malah bikin kuntilanaknya betah yah..? Untung jaman dulu sekeliling rumah masih banyak kebon dan belum ada listrik. Coba kalo sekarang hal itu masih wajib..?
Nah, balik ke jaman sekarang. Sudah tidak perlu lagi jemput dukun bayi pake obor, karena sekarang ibu hamilnya yang diboyong ke rumah bersalin. Tak perlu lagi si bapak keliling rumah mengusir makhluk halus, karena di rumah sakit dah banyak satpam. Tapi kok malah kasus kehilangan bayi makin banyak dan susah dilacak ya..?
Yang agak parah mungkin yang di Semarang. Bayinya hilang di rumah sakit. Proses hukumnya tak jelas. Malah si ibu dikasih uang 50 juta dan disuruh milih bayi pengganti entah bayi siapa. Emangnya masalah anak itu sama dengan peribahasa garam dibayar garam..? Trus parahnya uang santunan itu diambilkan dari APBD karena dianggap musibah.
Sudah jelas kasus itu karena pelayanan rumah sakitnya yang payah, kok dikategorikan musibah. Definisi musibah kan bukan karena kesengajaan dan sesuatu yang diluar jangkauan atau karena faktor alam. Yang dipakai uang rakyat lagi, bukan uang direktur rumah sakit yang seharusnya bertanggungjawab atas pelayanan institusi yang dia pimpin.
Ketika anak pungutku dulu diambil orang tua biologisnya saja sampai sekarang aku masih suka sedih. Apalagi anak kandung..? Kalo istri ilang di rumah sakit, disuruh milih pengganti dan dikasih duit mungkin sedikit bisa terima. Dasar gatel. Hehehe...
Kini jaman telah berubah, mungkin bayi perlu di kasih tag alrm yang bisa berbunyi bila bayi dibawa meninggalkan ruangan...seperti yang ditag-kan pada produk-produk yang dijual di supermarket he he he .... tidak humanis yah!
BalasHapuskayaknya malah dikasih simcard, biar bisa dimisscall. hehehe...
BalasHapusmestinya diborgol tuh sibayi biar aman. hehehe
BalasHapusIye
BalasHapus