05 Januari 2010

Direbut Tentara


Seorang teman yang pengagum berat Gus Dur segera meluncur ke Jombang untuk memberikan penghormatan terakhir. Ketika pulang aku sempat tanya tentang keadaan di acara pemakaman itu. Jawabannya teramat pendek, "Hasemmm, direbut tentara..."



Negara merasa Gus Dur adalah mantan presiden yang harus dihormati dengan protokoler militer. Sekeliling lokasi harus disterilkan dengan alasan keamanan. Sedangkan rakyat kecil menganggap sterilisasi itu tidak dibutuhkan Gus Dur dan hanya untuk kepentingan segelintir pejabat yang hadir. Sehingga mereka merasa hak mereka didzalimi.

Mungkin ini yang seringkali terjadi di sekitar kita. Ada dua pihak yang merasa memiliki hak akan sesuatu dan berbenturan. Sesuatu yang seharusnya bisa dikompromikan agar terbagi adil, tapi karena salah satunya memiliki nilai lebih yang dinamakan kekuasaan, sehingga pihak yang lain merasa ini tidak adil.

Sama kasusnya seperti orang tua yang seringkali arogan kepada anak-anaknya. Orang tua merasa benar mengatur kehidupan anak, karena merasa itu tanggung jawabnya. Hanya sayangnya anak sekarang berbeda dengan jaman aku dulu. Peraturan orang tua seringkali dianggap sebagai pengekangan terhadap kebebasan anak.

Menurutku kedua belah pihak tidak ada yang salah. Hanya saja untuk mencapai kata kompromi itu yang sulit. Padahal budaya kita yang sampai dijadikan dasar negara adalah musyawarah mufakat. Sering juga sih, musyawarah itu dilakukan. Tapi budaya ewuh pekewuh kadang jadi hambatan. Lihat saja kalo rapat di kantor misalnya. Ketika rapat sepertinya sudah kompak bilang setuju. Namun seusai rapat masih suka ada yang ngerundel. Salah siapa..?

Keterbukaan sebenarnya indah walau kadang tidak enak. Toh kita bukan hidup di jaman feodal yang segala sesuatu harus sendhiko dawuh. Cuma sayangnya konsekuensi dari keterbukaan dan kebebasan berpendapat itu yang kita susah mendapatkannya. Ada yang bilang setuju karena memang benar setuju. Ada yang tidak setuju tapi sungkan untuk mengungkapkan. Ada juga yang manggut manggut doang tapi aslinya ga mudeng.

Seperti ketika istriku bilang iri dengan tetangga sebelah. Setiap akan berangkat ngantor Pak Kardi selalu mencium Bu Kardi di depan pintu. "Apa susahnya sih berbuat seperti Pak Kardi..?"

Demi kata kompromi dan toleransi, pagi-pagi aku ke rumah tetangga, istriku malah nanya mau ngapain. Lho, katanya disuruh meniru Pak Kardi tiap pagi mencium Bu Kardi..???

Belajar bermusyawarah dan bertoleransi yo...
Biar ga direbut tentara lagi.


Ilustrasi Penangkapan Gus Dur
Karya Bambang Darto
Tujuh Bintang Art Space

0 comments:

Posting Komentar

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena