Gadis, 39, 150/48, Jawa, Islam,
hitam manis lembut, keibuan,
penyayang, sederhana, setia, D3,
hobi travelling, menerima apa adanya
Mendambakan Jejaka, umur 40-45,
min 170/seimbang, atletis, S1,
PNS/dokter/kary BUMN, mapan,
tdk minum/merokok, setia,
menerima apa adanya
Baca kolom kontak jodoh di koran hari ini, aku malah jadi tersenyum sendiri. Bukannya aku juga merasa perlu ikutan rubrik jombloers itu. Tapi melihat sekilas biodata yang dicantumkan kok kesannya ideal semua. Dari sekian banyak yang tercantum ga satupun yang mengatakan dirinya jelek, pengangguran, tukang mabuk, hobi dugem, dll dll
Mengesampingkan soal menggantungkan cita-cita setinggi langit. Aku melihat sedikit ketimpangan antara kondisi yang ada dan keinginannya. Sudah jelas-jelas menyatakan menerima apa adanya, tapi tuntutannya kok tinggi banget.
Tinggi berat maunya yang seimbang padahal dia sendiri engga. Ga jelas profesinya apa, pengen yang S1 dan PNS. Sah-sah aja sih berharap yang bagus-bagus, tapi kita kan perlu instropeksi diri. Jangan sampai ada ucapan "enak di elo ga enak di gua dunk..."
Penerapan prinsip marketing ga bisa disalahkan. Tapi apakah yang namanya jodoh itu sekedar masalah jual beli..? Kalo belum apa-apa tuntutannya sudah demikian hebat, bagaimana kalo sudah jadian. Apa ada jaminan karakter seperti yang diharapkan itu membuat sebuah rumah tangga menjadi langgeng.
Kadang kita harus mau membuka mata melihat kenyataan di sekeliling kita. Pasangan yang jauh dari kata ideal menurut pandangan umum dan hanya memiliki satu kata "komitmen", nyatanya bisa berjalan damai, aman dan nyaman. Benturan yang terjadi bisa cepat diredam, malah seolah menjadi bumbu biar masakannya tambah romantis.
Benar atau tidak, kita tak pernah bisa tahu. Cuma kalo melihat secara logika, masa sih karakter seindah itu ga bisa laku di pasaran sampai harus masuk forum obralan. Bagaimana dengan profilku yang ancur-ancuran dan ga terpenuhi unsur bibit, bebet dan bobotnya..?
Kapan kawin...?
Pikirin amaaaat...
hitam manis lembut, keibuan,
penyayang, sederhana, setia, D3,
hobi travelling, menerima apa adanya
Mendambakan Jejaka, umur 40-45,
min 170/seimbang, atletis, S1,
PNS/dokter/kary BUMN, mapan,
tdk minum/merokok, setia,
menerima apa adanya
Baca kolom kontak jodoh di koran hari ini, aku malah jadi tersenyum sendiri. Bukannya aku juga merasa perlu ikutan rubrik jombloers itu. Tapi melihat sekilas biodata yang dicantumkan kok kesannya ideal semua. Dari sekian banyak yang tercantum ga satupun yang mengatakan dirinya jelek, pengangguran, tukang mabuk, hobi dugem, dll dll
Mengesampingkan soal menggantungkan cita-cita setinggi langit. Aku melihat sedikit ketimpangan antara kondisi yang ada dan keinginannya. Sudah jelas-jelas menyatakan menerima apa adanya, tapi tuntutannya kok tinggi banget.
Tinggi berat maunya yang seimbang padahal dia sendiri engga. Ga jelas profesinya apa, pengen yang S1 dan PNS. Sah-sah aja sih berharap yang bagus-bagus, tapi kita kan perlu instropeksi diri. Jangan sampai ada ucapan "enak di elo ga enak di gua dunk..."
Penerapan prinsip marketing ga bisa disalahkan. Tapi apakah yang namanya jodoh itu sekedar masalah jual beli..? Kalo belum apa-apa tuntutannya sudah demikian hebat, bagaimana kalo sudah jadian. Apa ada jaminan karakter seperti yang diharapkan itu membuat sebuah rumah tangga menjadi langgeng.
Kadang kita harus mau membuka mata melihat kenyataan di sekeliling kita. Pasangan yang jauh dari kata ideal menurut pandangan umum dan hanya memiliki satu kata "komitmen", nyatanya bisa berjalan damai, aman dan nyaman. Benturan yang terjadi bisa cepat diredam, malah seolah menjadi bumbu biar masakannya tambah romantis.
Benar atau tidak, kita tak pernah bisa tahu. Cuma kalo melihat secara logika, masa sih karakter seindah itu ga bisa laku di pasaran sampai harus masuk forum obralan. Bagaimana dengan profilku yang ancur-ancuran dan ga terpenuhi unsur bibit, bebet dan bobotnya..?
Kapan kawin...?
Pikirin amaaaat...
lebih parah di koran pikiran rakyat edisi jumat kemarin..yg ngisi kolom kontak jodoh:
BalasHapus1. dosen 49 thn jujur, nla bla bla
dosen gituu????
2. perepuan saleh, 26 taun, bla..bla..bla
26 tauuunnn?????????
asal rubriknya tidak diganti menjadi kontRak jodoh saja. :)
BalasHapusHehehe...
BalasHapusKacaw emang
Duh.....mungkin justru koyo sampean yang gak usah muluk2 yang bares kures bloko suto, cari pasangan susah mas! karena di era gombalisasi ini,rata2 orang harus ikuti alur jaman yang serba gombal-gambul,meski kenyataannya jauh dari fakta.Dikit ngerayu ala gombale Mukiyo mungkin ya gak papa gitu, resiko kan tanggung sendiri.
BalasHapusYa gak ada dunk,orang jualan tempe bongkrek terus nakut2in pembeli,"awas habis makan nanti mati karena beracun! he...he...he...