10 Maret 2009

Bahasa Jawa Mendekati Kepunahan

Ada pengunjung galeri yang begitu halus tutur bahasa Jawanya membawa seorang anak kecil yang manis dan lucu. Aku ambil coklat di kulkas, "ngersake coklat mboten mba?"

"Terima kasih, om. Nanti giginya bolong"

Hihihi...
Aku malah jadi ingat jagoan. Sejak kecil memang dibiasakan menggunakan bahasa Indonesia dengan alasan hidup di daerah Sunda di Jawa Barat sedangkan mbah-mbahnya di Jawa Tengah. Maksudnya sih agar tidak kacau komunikasi. Tapi ketika masuk SD mulailah timbul masalah. Pulang sekolah sering cemberut karena nilainya ga pernah lebih dari 5 untuk pelajaran Bahasa Jawa.

Gejala anak-anak sekarang yang tidak memahami bahasa ibu sepertinya sudah bukan fenomena lagi. Dan bila itu karena "salah asuhan", kenapa untuk pelajaran bahasa Inggris dan Arab yang notabene tidak dipergunakan sehari-hari nilainya tetap diatas delapan?

Seperti jagoan yang karena pengaruh lingkungan, akhirnya masuk juga kosa kata bahasa Jawa walaupun cuma Jawa Ngoko yang berantakan. Dan ini membuat penggunaan bahasa Jawa halus seolah sesuatu yang aneh. Seperti aku dan keluarga besarku yang biasa bicara bahasa halus. Ketika orang mendengar aku bicara dengan adikku, ga jarang temen kasih komentar, "Karo adine koh basa...?"

Kalo dikatakan "Bahasa Menunjukan Bangsa" apakah gejala ini menggambarkan bahwa Bangsa Jawa sudah mulai punah di mulut generasi sekarang?

Salah siapa..???

Ilustrasi Salon Plus Karya Widodo
Widodo's Flea Market
Tujuh Bintang Art Space


1 comments:

  1. Salah siapa ? Mbok menawi salah panjenengan lan ugi salah kula, sarta salahipun tiyang-tiyang jawi sedaya. Menapa sebabipun boten kersa ngagem cara Jawi. Malah-malah langkung remen ngagem cara sanes tinimbang cara Jawi. Chauvinisme ? Kula kinten boten.

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena