08 Maret 2009

Toilet Perubahan

Perjalanan menyusuri jalan besi ke Jakarta ditemani messenger di ponsel, membuka kenangan setahun lalu. Ketika awal pelarianku ke ibu kota tanpa arah tujuan, tanpa navigator apalagi GPS. Pulsa minim tak memungkinkan untuk selalu bertelepon ria ketika tersesat. Bahkan ketika memulai lembaran baru bersama anak-anak jalanan di kolong jalan layang Pasar Senen, chat di HP menjadi hiburan satu-satunya.

Walau sama-sama chatting didepan toilet kereta, ada beberapa perbedaan yang sudah seharusnya aku syukuri. Bila dulu aku duduk disitu karena kepanasan berdesakan dengan penumpang yang berjejal di sela celoteh pengamen dan pedagang asongan.

Kini aku ngungsi justru karena kedinginan oleh AC yang overdosis dan rasa sepi tanpa ada interaksi dengan penumpang yang lain. Semua sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. Ngobrol cuma bisa sekilas-sekilas dan kembali sibuk dengan letop atau ponselnya.

BB yang ada di genggaman tangan sepertinya lebih mengasyikan buat mereka, daripada saling bicara dengan tetangga sebelah. Sangat berbeda dengan dulu, dimana mereka sangat sumeh dan bisa lepas tertawa bercampur misuh. Padahal dulu penumpang pun sangat akrab dengan BB, karena memang tidak pakai deodorant kali.

Jaman berubah...
Roda berputar...
Tapi Jakarta masih saja tetap panas

Sampai kapan aku mampu untuk terus mensyukuri perbedaan ini..?

0 comments:

Posting Komentar

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena