
Malam baru aja melewati puncaknya ketika perut berontak minta isi. Nyari temen kencan ga ada yang mau diajak keluar. Akhirnya jalan sendiri ke gudeg permata trus nongkrong di ujung malioboro depan kantor pos.
Lagi asyik bengong lihat bulan purnama, segerombol anak punk nimbrung duduk disitu. Awalnya ngeri juga, tapi setelah mencoba sok akrab mereka asyik juga buat temen ngobrol. Walau sebungkus rokok bekal bengong ludes setelapan.
Aku mencoba bertanya-tanya tentang gaya hidup mereka dan dapat jawaban yang klise. "Kita cuma orang terbuang kok, mas. Jadinya ya cuman ngumpul begini kerjaan kita."
Pura-pura menyelami kehidupan mereka, aku kasih komentar. "Jangan pesimis gitu dong. Dengan cara tampil eksentrik semacam ini, setidaknya sudah punya keberanian untuk menunjukkan diri."
"Ya iyaaa dong, mas." jawab yang lain. "Ga semua orang berani seperti kita."
Setelah itu mereka bersahut-sahutan menonjolkan kebanggaan diri sebagai insan punk. Aku pun terus menyelami obrolan mereka sampai aku tanya tentang aksesoris yang dikenakan oleh salah seorang dari mereka.
"Kenapa pakai kaos bergambar swastika, mas..?" tanyaku
"Lho ini kan simbol nazi, mas. Ini melambangkan perlawanan kita kepada kapitalisme barat. Jangan lihat nazi nya mas. Tapi rasa nasionalismenya.."
Aku tersenyum dan berkata, "Mas. Fasisme, sosialisme, nasionalisme, itu kan simbol pemaksaan negara kepada rakyat, sebagai pembenaran agar rakyat tunduk kepada penguasa. Kayaknya isme punk itu muncul di Inggris tahun 70an sebagai perlawanan atas semua itu. Memberontak karena masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi."
Kali ini mereka malah diam.
"Kayaknya Punk itu bukan sekedar potongan rambut mohawk atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh. Tapi merupakan sebuah gerakan perlawanan yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama."
Eh, masih diam juga...
"Jadi, mas. Kalo situ merasa punker, idealismenya yang diikutin dulu dong. Bukan cuma asal pakai simbol yang terkesan sangar tapi bertentangan dengan fahamnya. Kalo pakai simbol palu arit kayaknya malah lebih pas, mas.."
Hihihi...
Dah ah. Malah aku yang ceramah akhirnya. Biar ga berlarut-larut aku pamitan pulang. Baru beranjak udah ditanya lagi, "Mas ini punker juga ya. Besok malam gabung lagi ya. Tapi pakai aksesories kayak kita juga dong..."
Halah...
Wegaaaaah...
Lagi asyik bengong lihat bulan purnama, segerombol anak punk nimbrung duduk disitu. Awalnya ngeri juga, tapi setelah mencoba sok akrab mereka asyik juga buat temen ngobrol. Walau sebungkus rokok bekal bengong ludes setelapan.
Aku mencoba bertanya-tanya tentang gaya hidup mereka dan dapat jawaban yang klise. "Kita cuma orang terbuang kok, mas. Jadinya ya cuman ngumpul begini kerjaan kita."
Pura-pura menyelami kehidupan mereka, aku kasih komentar. "Jangan pesimis gitu dong. Dengan cara tampil eksentrik semacam ini, setidaknya sudah punya keberanian untuk menunjukkan diri."
"Ya iyaaa dong, mas." jawab yang lain. "Ga semua orang berani seperti kita."
Setelah itu mereka bersahut-sahutan menonjolkan kebanggaan diri sebagai insan punk. Aku pun terus menyelami obrolan mereka sampai aku tanya tentang aksesoris yang dikenakan oleh salah seorang dari mereka.
"Kenapa pakai kaos bergambar swastika, mas..?" tanyaku
"Lho ini kan simbol nazi, mas. Ini melambangkan perlawanan kita kepada kapitalisme barat. Jangan lihat nazi nya mas. Tapi rasa nasionalismenya.."
Aku tersenyum dan berkata, "Mas. Fasisme, sosialisme, nasionalisme, itu kan simbol pemaksaan negara kepada rakyat, sebagai pembenaran agar rakyat tunduk kepada penguasa. Kayaknya isme punk itu muncul di Inggris tahun 70an sebagai perlawanan atas semua itu. Memberontak karena masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi."
Kali ini mereka malah diam.
"Kayaknya Punk itu bukan sekedar potongan rambut mohawk atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh. Tapi merupakan sebuah gerakan perlawanan yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama."
Eh, masih diam juga...
"Jadi, mas. Kalo situ merasa punker, idealismenya yang diikutin dulu dong. Bukan cuma asal pakai simbol yang terkesan sangar tapi bertentangan dengan fahamnya. Kalo pakai simbol palu arit kayaknya malah lebih pas, mas.."
Hihihi...
Dah ah. Malah aku yang ceramah akhirnya. Biar ga berlarut-larut aku pamitan pulang. Baru beranjak udah ditanya lagi, "Mas ini punker juga ya. Besok malam gabung lagi ya. Tapi pakai aksesories kayak kita juga dong..."
Halah...
Wegaaaaah...
nyepam-nyepam ah..
BalasHapusYears of being told you ain't as good as us
Join the line, sign your name
And they all said that our country's going bust
But no-one's fooling us again
CHORUS:
England belongs to me
A nation's pride the dirty water on the rivers
No one can take away our memory
England belongs to me
We'll show the world that the boys are back to stay
And you all know what we can do
Heads held high, fighting all the way, for the red, white, and blue.