Gara-gara keluyuran kemarin, aku jadi mulaiterjangkit demam alam bebas. Mungkin ini sesuai teorinya Dr. Karl May yang dulu jadi favoritku dalam bukunya Winetou. Salah satu ucapannya yang begitu membekas adalah, "sekali menghirup udara prairie, sejauh apapun kita pergi akan selalu terpanggil untuk kembali..."
Seperti ketika Dr. Karl May meninggalkan Wild West menjelajahi pelosok Balkan dan kembali ke Jerman, tetap saja pada akhirnya dia kembali menjadi Old Shatterhand di sabana Amarika.
Aku sendiri tak pernah tahu apa yang menjadi penyebab semua itu. Alam bebas begitu menantang dan selalu membangkitkan kerinduan yang mendalam. Mengutip kata-kata Norman Edwin dulu, "bertualang di alam bebas tak ubahnya menjelajah tubuh perempuan di balik bajunya..."
Seperti ketika Dr. Karl May meninggalkan Wild West menjelajahi pelosok Balkan dan kembali ke Jerman, tetap saja pada akhirnya dia kembali menjadi Old Shatterhand di sabana Amarika.
Aku sendiri tak pernah tahu apa yang menjadi penyebab semua itu. Alam bebas begitu menantang dan selalu membangkitkan kerinduan yang mendalam. Mengutip kata-kata Norman Edwin dulu, "bertualang di alam bebas tak ubahnya menjelajah tubuh perempuan di balik bajunya..."
Huuuuh....
Aku meninggalkan dunia petualangan sekitar tahun 97. Langkah terakhirku menapak di Gunung Slamet dalam rangka ulang tahun seorang teman dari STM Telkom. Begitu banyak kenangan di alam bebas.
Selalu terbayang beratnya menerobos gelapnya malam dalam kerimbunan hutan tropis, menelusuri pantai, merayapi tebing dan berbagai pelatihan survival yang membuatku menjadi pejantan tangguh dulu. Masih terbayang ketika latihan terjun di Cibubur, dimana parasutku nyantol di pohon akasia. Tak bisa kulupakan histeria anak-anak gunung yang aku kawal ketika menjumpai makhluk setinggi 5 meter di Gunung Sindoro. Belum lenyap bayangan pedihnya hati ketika orang yang paling aku sayangi menghembuskan nafas terakhir di pangkuanku di Gunung Slamet sana. Dan tak bisa kuhapus ingatan atas 3 anak buahku yang meregang nyawa terseret ombak di pantai Srandil.
Tapi semua itu tak pernah menjadi hambatan untuk kembali mendaki di kemudian hari. Bahkan ketika aku memutuskan untuk pensiun, rasa rindu untuk kembali selalu ada. Bahkan ketika jagoanku lahir dulu, yang pertama terbersit bukannya cita-cita agar dia menjadi dokter atau astronot. Tapi akan mengajaknya ke gunung pada kesempatan pertama dia harus mengenal alam bebas. Sayangnya itu semua belum kesampaian sampai jagoanku menghilang dari jangkauan.
Entah dengan anak yang akan lahir ini. Akankah aku bawa ke alam bebas juga, aku belum tahu. Tapi bila mengingat ibunya yang juga suka travelling, kemungkinan ke arah sana semakin terbuka lebar.
Lama kelamaan aku mulai jenuh dengan hiburan dunia maya yang hanya membuatku autis dan bisa ambeien tak pernah mau mengangkat pantat dari kursi ketika sudah di depan layar monitor. Walau sejak dulu aku bukan pendekar yang pendek dan kekar, tapi kondisi fisikku jaman dulu lebih bagus daripada sekarang. Hanyut di dunia maya hanya membuatku menjadi tiger ompong alias tinggi gering dan berdaya tahan tubuh lemah.
Mungkin ini salahku. Sejak dulu aku selalu mengatakan diriku sebagai anak gunung dan menganggap alam bebas sebagai ibu. Wajar bila setelah sekian lama pergi, aku mulai kangen ibuku.
Sungguh aku rindu alam bebasku dan lembah gunungnya...
Seperti aku merindukan ayangku...
Termasuk lembah dan gunungnya juga...
jadi pengen mendaki....
BalasHapusterakir kali deket dengan gunung saya waktu smu
BalasHapuskapan yo mendaki bareng...
BalasHapustapi tau neh perut udah segede gini, masih bisa gak yah..?
saya suka kata-katanya bang
BalasHapus