21 Mei 2010

Trainer

Berada di posisi General Affairs kadang menyebalkan juga. Terutama kalo sudah mengurusi kerjaan HRD yang harus membimbing karyawan dalam pekerjaan. Daya tangkap orang yang berbeda-beda kadang menjadi satu masalah tersendiri. Apalagi bila penerimaan karyawannya hanya dengan melihat ijasah atau cari yang fresh graduate.

Ketika memotivasi karyawan, aku sering cerita tentang diri sendiri. Dimana aku cuma lulusan STM jurusan listrik yang sempat ga lulus ujian dan harus mengulang setahun. Tapi orang selalu bertanya aku kuliah dimana. Apalagi bila ditanya pengalaman kerja, begitu banyak bidang yang pernah aku tangani.



Selepas sekolah, aku tak pernah melihat aku kerja di bidang apa dan harus mempelajari apa. Setiap ada kesempatan belajar, aku usahakan untuk mengerti walau tak sampai ahli. Seperti ketika aku menjadi tenaga harian di PLN, aku suka nyolong-nyolong waktu di bengkel motor depan kantor belajar bongkar mesin.

Lepas dari PLN aku ingin ke kota dan terdampar di Jakarta sebagai kuli bangunan. Tak lama kemudian aku jadi kenek bus Bandung Jakarta. Sewaktu jadi kenek, aku tidak berambisi punya SIM agar bisa jadi sopir. Tapi malah bergaul dengan teknisi audio mobil untuk belajar elektronika. Dari situ aku loncat lagi menjadi tenaga lepas di Telkom Bandung yang tiap hari kerjanya bawa linggis untuk pasang tiang telepon. Sedikit bekal utak atik komponen eletronika waktu jadi kenek itu membuatku ditarik ke bagian telepon umum dan menjadi teknisi. Dari situ aku mulai bisa mencuri-curi kesempatan untuk belajar komputer setiap malam. Begitu dan begitu seterusnya.

Dimana pun posisiku, setelah pekerjaan pokok terkuasai, biasanya aku akan melihat ke sekeliling untuk mencari bahan pembelajaran baru. Aku tak peduli yang aku pelajari sesuai apa tidak dengan pekerjaanku saat itu. Nyatanya dengan cara belajar begitu aku bisa loncat sana sini berganti-ganti bidang kerja. Dan harapanku kepada setiap karyawanku pun begitu.

Namun susahnya minta ampun. Mentang-mentang posisinya staf administrasi, dia merasa cukup dengan menguasai office. Ketika aku ajarin misalnya corel atau photoshop dia ogah-ogahan. Lebih semangat belajar buka pesbuk daripada cari tutorial tentang apa. Alasannya klise, "susah, mas.."

Trus dari sekian banyak yang aku bina, yang berpikiran semacam itu justru dari mereka yang lulusan sarjana. Yang dari SMA atau SMP malah semangat belajarnya lebih tinggi. Seperti ketika anak produksi aku suruh belajar naik sepeda motor, tahu-tahu dia sudah mulai bisa nyetir mobil juga. OB ku yang lama, yang seharusnya tidak ngurus produksi, justru suka nongkrong di ruang produksi di waktu senggangnya untuk belajar mengoperasikan mesin-mesin kayu.

Tidak semuanya begitu sih. Tapi dari 4 orang stafku cewek yang sarjana, hanya satu yang aku lihat punya semangat belajar tinggi. Apapun yang aku bisa, sepertinya ingin dia lahap. Hanya sayangnya sudah ada semacam kepastian dalam hidupku, setiap orang yang aku lihat berbakat, jarang yang betah berlama-lama denganku. Tahu-tahu dia bilang, "Mas, terima kasih atas segala bimbingannya. Maaf, bulan depan aku resign ya. Ada peluang lebih bagus nih..."

Kadang ada rasa sedih juga. Namun tetap saja aku bangga melihat orang yang aku bimbing bisa sukses dalam karirnya. Staf, OB dan pembantuku yang aku sukai satu persatu pergi ke Jakarta mencari posisi yang lebih tinggi. Tapi buatku ini lebih baik daripada yang tetap disini, hanya karena ga lulus lulus trainingku.

Biar ga dianggap berat sebelah, aku juga ada kok karyawan bukan sarjana yang belum juga beres kerjaannya. OB ku yang baru masih saja harus membuatku tersenyum kecut. Seperti ketika aku suruh dia tiap pagi menyediakan air putih di setiap meja kantor. Kalo yang suka kopi atau teh ya sekalian dibikinin sebelum orangnya duduk di meja itu.

Beberapa hari aku perhatikan, dia sudah aku anggap mengerti dengan tugas itu. Bahkan ketika aku pulang subuh dari Surabaya kemarin. Jam 6 aku masuk kantor untuk cari kalo-kalo ada pedalaman yang bersih di brankas, segelas air putih sudah tersedia di mejaku. Oh yess... pikirku.

Kemarin stafku ijin ga masuk kerja karena sakit bulanan, otomatis air putih di mejanya masih utuh. Dan sampai pagi tadi, di meja stafku masih tersaji gelas yang sama di posisi yang tidak bergeser sedikitpun. Jadi bisa dikatakan air itu tidak diganti oleh OBku. Langsung deh aku mikir tentang air putih di mejaku yang kemarin subuh sudah ada.

Aku kan pergi seminggu...???

15 comments:

  1. waduh itu air putih yang dah seminggu, dah mirip teknik pengembunan aja, katanya itu bikin sehat, cuma kalo seminggu seh ga tau :)

    ceritanya inspiratif abis, mantap perjalanan hidupnya

    BalasHapus
  2. Ooo malah bagus yah..? Wah kalo gitu tak suruh difermentasikan deh. biar koyo wine, tambah lama tambah mahal.. hehehe

    BalasHapus
  3. Lama juga air putih itu ya mas..btw benar juga ya mas, dlm kerja tim jika 1 aje yg gak ada pasti ada pekerjaan yg terbengkalai...nice cerita mas

    BalasHapus
  4. Hehehe iya, makanya pengen semua orang bisa multipurpose dan multitasking. Tapi kok susah...

    BalasHapus
  5. weekekkkeke... jangan su'udzon ah.. :-)

    BalasHapus
  6. Memang kebanyakan orang sukses itu ya yang rajin dan mau terus belajar....dan kebanyakan juga yg gak kuliah justru lebih canggih dari yg pernah kuliah....:D

    BalasHapus
  7. loh... endingnya... loh loh...
    hehehe ^^

    BalasHapus
  8. cumab bisa bilang tq dah berbagi cerita yg penuh motivasi ini mas :)

    BalasHapus
  9. achen... bukan suudzon, tapi berburuk sangka
    hahaha...

    BalasHapus
  10. buwel & inge...
    emang buntutnya kenapah..?

    BalasHapus
  11. h35ti...
    kadang jadi cape jadi trainer...

    BalasHapus
  12. salam knal bang.....selamat malam........di tunggu kunjungan baliknya

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena