Tak terasa sudah hampir setahun aku tak pernah keluar kota menggunakan sepeda motor. Biasanya, saat seperti itu adalah saatnya memaksa dapur pacu motorku lari ke rpm 10.000. Tapi karena kegiatan itu hanya keisengan sewaktu-waktu, aku tak pernah mengorek mesin ke stelan racing. Cukup standar pabrik distel-stel dikit injeksinya.
Hampir setahun tidak dipacu, baru terasa kalo kinerjanya mulai melorot. Apalagi aku salah perhitungan tentang bahan bakar. Sengaja aku ingin isi di perbatasan Wates, karena setelah itu harus melewati medan sepanjang pantai yang tidak ada SPBU. Ternyata, di pom bensin tersebut hanya tersedia premium dan solar. Daripada nantinya motorku pakai bensin campur dorong, terpaksa aku isi dengan BBM bersubsidi.
Dan hasilnya, putaran mesinnya mentok di rpm 9.000. Untuk lari 100 km/jam yang biasanya gampang dikejar di rpm 7000, kemarin harus sampai 8000. Untuk mencapai titik 120 km/jam saja susahnya minta ampun. Terlebih setelah aku melihat odometer, ternyata si Vixy memang seharusnya sudah masuk bengkel untuk service rutin.
Ketika balik ke Jokja, aku tidak lagi berminat untuk berpacu. Aku cuma berpikir, ternyata motor juga sama dengan manusia. Perlu service rutin dan asupan gizi yang memadai, walau tak perlu korekan khusus balap. Lama tidak diservice dan jarang berlatih di trek panjang juga membuatku ngos-ngosan ketika harus mengejar beberapa RPM.
Untung medan memang tidak memungkinkan untuk kebut-kebutan. Apalagi badan masih pegel-pegel naik motor Jokja - Cilacap. Sehingga kekuranganku kemarin tidak begitu terasa. Dan tetap saja istriku bilang, "Terima kasih yah. Mamas jagoan deh..."
Sama-sama, bu...
Kebut-kebutannya nanti saja deh sehabis turun mesin...
Mulai kepikiran lagi pengen ngebut pake Vitri eh Vixy...
Hampir setahun tidak dipacu, baru terasa kalo kinerjanya mulai melorot. Apalagi aku salah perhitungan tentang bahan bakar. Sengaja aku ingin isi di perbatasan Wates, karena setelah itu harus melewati medan sepanjang pantai yang tidak ada SPBU. Ternyata, di pom bensin tersebut hanya tersedia premium dan solar. Daripada nantinya motorku pakai bensin campur dorong, terpaksa aku isi dengan BBM bersubsidi.
Dan hasilnya, putaran mesinnya mentok di rpm 9.000. Untuk lari 100 km/jam yang biasanya gampang dikejar di rpm 7000, kemarin harus sampai 8000. Untuk mencapai titik 120 km/jam saja susahnya minta ampun. Terlebih setelah aku melihat odometer, ternyata si Vixy memang seharusnya sudah masuk bengkel untuk service rutin.
Ketika balik ke Jokja, aku tidak lagi berminat untuk berpacu. Aku cuma berpikir, ternyata motor juga sama dengan manusia. Perlu service rutin dan asupan gizi yang memadai, walau tak perlu korekan khusus balap. Lama tidak diservice dan jarang berlatih di trek panjang juga membuatku ngos-ngosan ketika harus mengejar beberapa RPM.
Untung medan memang tidak memungkinkan untuk kebut-kebutan. Apalagi badan masih pegel-pegel naik motor Jokja - Cilacap. Sehingga kekuranganku kemarin tidak begitu terasa. Dan tetap saja istriku bilang, "Terima kasih yah. Mamas jagoan deh..."
Sama-sama, bu...
Kebut-kebutannya nanti saja deh sehabis turun mesin...
Mulai kepikiran lagi pengen ngebut pake Vitri eh Vixy...
mampir.....mas..semangat selalu..
BalasHapussemangat selalu mas
BalasHapuswokedeh, seep thks
BalasHapuskok suka banget mas nyebut jogja dengan jokja?
BalasHapushehe..
lucu aja gitu, :pv
Heeh salah, yah..? Maap, kebiasaan neh. Kayaknya jari dah autorun kalo ngetik...
BalasHapusHehehe