16 Mei 2010

Perjalanan Ini

Perjalanan ini dimulai hari Jumat kemarin. Rencananya aku ke Surabaya pakai pesawat jam 4 sore. Tapi berhubung jam 2 baru nyampe Jokja dari Cilacap, dan ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Akhirnya aku berangkat jam 1 tengah malam pakai Kereta Mutiara Selatan dari stasiun Tugu.

Turun di stasiun Surabaya Gubeng, cari informasi kereta ke Probolinggo ternyata baru ada jam 9:30. Jadilah aku naik taksi ke terminal Bungurasri. Dari situ nyambung pakai bus patas ekonomi ke Probolinggo. Dari situ nyambung lagi pakai bus jurusan Banyuwangi dan turun di Paiton. Lalu disambung naik ojek.

Biaya-biaya yang dikeluarkan. Dari galeri ke Tugu gratis, minta diantar anak-anak. Mutiara Selatan kelas bisnis 80 ribu. Naik taksi ke Bungurasri 60 ribu. Bus ke Probolinggo 12 ribu dan bus ke Paiton 6 ribu.

Khusus untuk ojek memang membengkak sampai 50 ribu. Sewaktu di bus aku cari informasi pesantren yang aku tuju. Dan ternyata pak kyainya cukup terkenal dan aku diturunkan di Randumerak. Ngojek sedikit sudah nyampe. Tapi sayang salah informasi. Ternyata disitu bukan alamat pondoknya, melainkan istri ketiga pak kyai. Dapat informasi pak kyai sedang di istri kedua. Ojek yang belum sempat pergi aku mintai tolong lagi.

Ternyata salah lagi. Pak kyai ada di pondok. Jadinya bersambung lagi ngojeknya. Walau pegel menelusup-nelusup kebun bambu yang becek, tapi minimal aku dapat pelajaran pertama di hari pertama. Kyai yang aku tuju punya prinsip yang mirip denganku. Kalo aku "mangan wareg, nyandhang rapet, turu anget", beliau "makan enak, tidur nyenyak dan istri banyak..."

Bagaimanapun aku lebih menghargai kyai yang poligami daripada politikus. Poligami berarti banyak istri. Itu artinya beliau orang yang banyak rejeki dan pemurah. Tidak pelit berbagi uangnya hanya ke satu orang istri. Kyai yang merangkap politikus aku tidak mau mendekat. Politikus berarti banyak tikus. Ngapain tikus disamperin..?

Menjelang perjalanan ada dua pesan masuk melalui sms. Pertama adalah, hati-hati banyak copet. Untuk urusan ini aku sudah tahu triknya. Bagaimanapun juga aku cowok yang maco, alias mantan copet di Pasar Senen dulu. ATM dan uang aku bagi-bagi di beberapa tempat. Begitu juga kartu identitas. Soalnya dulu aku pernah kecopetan dompet dan ketika lapor polisi minta surat keterangan kehilangan, aku diminta menunjukan identitas. Padahal aku kesitu juga mau laporan bahwa uang termasuk KTP SIM dll juga ilang. Aku yang pinter apa polisinya yang bego aku ga ngerti deh...

Pesan kedua adalah, hati-hati banyak orang Madura, salah omong sedikit bisa arit bicara. Karena aku belum mudeng, ya aku turutin. Aku berusaha menjadi orang sebaik mungkin. Turun dari bus semua orang aku ajak salaman sambil menebar senyum. Tapi kenyataannya, di obrolan pertamaku yang halus dan lembut sudah dijawab, "neng suroboyo kok boso, rek...?"

Wah mbuh deh...

Bersambung besok deh.
Internet numpang Miaw soale...

4 comments:

  1. hehe, surabaya orangnya kasar-kasar, mas, jadi gak perlu dibasani.. :p

    BalasHapus
  2. Hehehe iyo chay... berarti impone salah yow.?

    BalasHapus
  3. senja...
    sabar yah, sampai bisa onlen tanpa nebeng lagi..

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena