18 Desember 2009

Celengan

Bicara soal celengan, aku malah kepikiran tentang asal muasal katanya. Kok bisa ya dinamakan celengan yang menurutku berasal dari kata dasar celeng alias babi hutan.

Padahal kalo diruntut dari awal, celengan yang aku kenal pertama adalah tiang rumah dari bambu yang di gergaji untuk tempat masukin koin. Kalo sudah ga muat, pindah ke tiang yang lain. Makanya tak heran bila rumah sudah berumur beberapa tahun, banyak tiang yang dicoak untuk mengambil uang.

Beberapa waktu kemudian aku dikenalkan dengan celengan dari tanah liat dibakar yang berbentuk ayam. Ketika ada keperluan, biasanya menjelang lebaran, celengan ayam dibanting rame-rame. Nanti diitung bareng keluarga untuk berlomba siapa yang paling banyak tabungannya. Ini lebih praktis dan tidak merusak rumah. Lebih mudah pula untuk ngumpet-ngumpet mengakali uangnya pake lidi kalo kepepet pengen jajan.

Setelah sekolah baru aku kenal dengan menabung non celengan. Awalnya di sekolah, dikumpulkan ke guru. Dibagi setiap kenaikan kelas. Begitu masuk SMP, mulai kenalan dengan mendian Tabanas. Cuma waktu itu nabungnya di kantor pos, bukan di bank.

Dan semua itu kayaknya tidak ada hubungan dengan yang namanya celeng.

Atau mungkin malah berasal dari budaya ngepet di waktu lalu. Ngepet kan identik dengan babi yang tugasnya mengumpulkan uang orang yang berlebih. Celengan juga fungsinya untuk mengumpulkan uang lebih.

Tapi kalo dikaitkan dengan uang berlebih, koruptor juga sama berlebihan dalam mengumpulkan uang. Apa ya jadi berkait antara koruptor, celeng dan ngepet..?

Halah, mbuh ah. Malah mumet...



0 comments:

Posting Komentar

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena