10 Desember 2009

Wisata Kuliner Jokja

Gara-gara si bos pernah tak ajak makan sate di Jejeran, kalo ada teman dari kantor Jakarta mau ke Jokja, permintaannya pasti, "antar ke sate klatak yah..."

Perkenalanku dengan sate kambing tanpa bumbu ini, awalnya dari si bos juga. Malem-malem bilang pengen makan yang aneh dan tidak ada di Jakarta. Kebetulan waktu itu ketemu raja kuliner Jokja, Butet dan Riri Riza. Meluncurlah ke selatan Jogja sekitar 4 atau 5 km dari terminal Giwangan.

Menurutku, untuk soal rasa tidak begitu istimewa. Keunikannya adalah sate disajikan tanpa bumbu kecap atau kacang, cuma garam saja. Satu porsi cuma 2 tusuk dan tusuknya menggunakan jeruji sepeda. Walau ukuran dagingnya besar-besar tapi tetap empuk. Cukup lezat dinikmati dengan sepiring nasi, tongseng dan minuman teh jahe anget yang dikasih gula batu.

Harganya relatif terjangkau dan cuma ada di Pasar Jejeran Imogiri Bantul. Katanya sudah ada sih di daerah lain, cuma rasanya beda. Warung satenya buka malam hari dan kalo musim liburan biasanya ngantri. Yang penting hati-hati ketika menyantap sate ini. Jangan sampai kegigit jeruji besi yang masih panas atau malah jeruji sepedanya ketelan.

Sebagai kota kuliner, Jokja memang gudangnya makanan khas. Oleh karena itu, mengandalkan menu dan rasa saja sepertinya tak cukup untuk menarik pembeli. Perlu ada sentuhan yang lain sehingga memancing rasa penasaran orang luar kota.

Seperti halnya gudeg pawon di daerah Warungboto. Aku pikir rasanya tak jauh beda dengan gudeg lainnya di Jokja. Bisa jadi pembelinya sampai ngantri hanya karena bukanya mulai jam 11 malam dan disajikan didepan tungku raksasa tempat gudeg itu dimasak.

Lalu ada sate kuda yang aku kenal dari Ade Rai. Dia kalo menyantap sate kuda di dekat jembatan Gondolayu bisa habis 100 tusuk tanpa nasi. Warung ini cukup laris hanya karena mempromosikan diri bisa menambah kejantanan laki-laki.

Kalo nasib lagi baik, kita bisa memesan sate torpedo alias alat kelamin kuda. Walau harganya lebih mahal daripada sate dagingnya, kita seringkali harus pesan terlebih dahulu agar tidak kehabisan.

Mungkin ini yang perlu dipikirkan kalo kita mau buka usaha kuliner di Jokja. Harus ada sentuhan yang lain daripada yang lain. Karena jual makanan di kota ini tidak cukup mengandalkan rasa saja. Lebih dominan unsur eksotisme untuk mendukung strategi marketingnya.

Itu untuk yang berniat mencari pasar wisatawan. Kalo pasarnya anak-anak mahasiswa atau karyawan yang mukim, asal enak dan murah pasti lancar usaha. Walau kadang ngganjel di hati juga. Makan nasi kucing di Pakualaman 2000 perak kenyang, tapi parkir motornya 1000, mobil 2000 perak.

1 comments:

  1. Wah asyik juga ya bisa ke pasar jejeran imogiri. bisa nemu aneka kuliner yang aneh-aneh kayak gitu. saya saja yang lama di jogja belum pernah nyobain kuliner yang itu. mungkin karna waktu itu kelas saya kelas mahasiswa kali ya (cari yang murah meriah dan kenyang)-persis perkiraan anda di atas.
    kalau idola saya yang murah meriah aja deh kayak es buah PK di depan mirota godean jalan godean.(depan pom bensin jati kencana).

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena